Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang berada di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mencatatkan denda senilai Rp56 miliar bagi para eksportir yang tidak mematuhi ketentuan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA). Denda ini diterapkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 mengenai Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. PP 36 Tahun 2023 dikeluarkan sebagai pengganti PP Nomor 1 Tahun 2019.

Pengelola Subdirektorat Ekspor, Pantjoro Agoeng menjelaskan bahwa dari total denda Rp56 miliar, sekitar Rp22 miliar telah diselesaikan pembayarannya. Sementara itu, sisanya masih dalam proses penagihan.

“Berdasarkan data kami dari tahun 2019, terdapat denda senilai sekitar Rp56 miliar yang telah diselesaikan pembayarannya sekitar Rp22 miliar. Jumlah sisanya, sekitar Rp32 miliar, masih dalam tahap penagihan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Hal ini terkait dengan implementasi PP 1,” jelas Pantjoro pada hari Senin (14/8/2023) di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta.

“Secara dokumen, kami memiliki 653 dokumen terkait ini. Dari jumlah tersebut, sebanyak 280 dokumen telah diserahkan ke KPKNL dan 337 di antaranya sudah diselesaikan. Ini berkaitan dengan pelanggaran yang berujung pada penerapan denda,” tambahnya.

Sementara itu, terdapat 221 perusahaan eksportir yang layanan ekspornya ditangguhkan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 131 perusahaan telah mendapatkan izin untuk melanjutkan ekspornya. “Namun, mengenai pemblokiran eksportir, berdasarkan data kami terkait PP 1, terdapat 221 perusahaan yang mengalami pemblokiran. Namun, dari jumlah tersebut, 131 perusahaan telah diberikan izin untuk melanjutkan aktivitas ekspornya. Sementara, 90 perusahaan masih berada dalam kondisi pemblokiran,” tambahnya.

Sementara itu, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono menambahkan bahwa dalam PP 36, sanksi yang diterapkan adalah penangguhan layanan ekspor dan tidak ada denda administrasi yang dikenakan. Ia juga menjelaskan mengapa peraturan ini menghapuskan penerapan denda. “Penting untuk dicatat bahwa masalah ini bukanlah tentang memberikan atau menerima denda, tetapi lebih kepada kepatuhan eksportir terhadap kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kegiatan ekspor. Oleh karena itu, sanksi yang diterapkan umumnya berkaitan dengan layanan ekspor yang diberikan,” ujarnya soalnya Devisa Hasil Ekspor.

Related Post