Sertifikasi halal UMKM menjadi tantangan besar bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia, khususnya di kota Sibolga. David Ucen Sinaga, seorang pelaku UMKM lokal, menyampaikan hal ini dalam acara Mozaik Indonesia (UMKM) Pro 1 pada Senin (2/12).
Meskipun pemerintah telah meluncurkan Program Sehati guna mempercepat sertifikasi halal UMKM, hambatan struktural dan finansial masih menjadi kendala utama. Biaya sertifikasi halal melalui program ini mencapai Rp300.000 per UMKM, namun anggaran pemerintah masih jauh dari kebutuhan.
“Masalah pendanaan menjadi tantangan utama. Selain itu, jumlah pendamping dan auditor halal juga sangat terbatas,” ujar David. Saat ini, hanya terdapat 30 Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang beroperasi, dan sebagian besar belum terakreditasi penuh.
Tak hanya soal biaya dan jumlah auditor, proses administrasi yang rumit juga menjadi beban bagi pelaku UMKM. Kurangnya harmonisasi regulasi antar negara pun menghambat daya saing produk halal Indonesia di pasar global.
Pemerintah diharapkan segera meningkatkan sinergi antar lembaga terkait untuk mempercepat proses sertifikasi halal UMKM. Penambahan jumlah pendamping Proses Produk Halal (PPH) dan auditor halal sangat mendesak.
Langkah itu diperlukan agar target menjadikan Indonesia sebagai pusat industri halal dunia dapat tercapai.
Dukungan konkret dari berbagai pihak, termasuk sektor swasta, sangat diperlukan. Dengan adanya kolaborasi, UMKM dapat lebih mudah mengakses sertifikasi halal dan meningkatkan daya saing produk mereka, baik di pasar lokal maupun internasional.
Program sertifikasi halal, jika dikelola dengan baik, akan membawa manfaat besar. Tidak hanya membantu UMKM berkembang, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia di kancah industri halal global.
Demikian informasi seputar sertifikasi halal UMKM. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Touristcompany.Org.