Terobosan signifikan terlihat dalam penerimaan pajak dari sektor fintech peer-to-peer lending, atau yang lebih dikenal sebagai pinjaman online atau pinjol. Dalam sebuah pengumuman resmi pada Kamis (14/3), Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa penerimaan dari pajak pinjol telah mencapai angka luar biasa sebesar Rp1,82 triliun hingga akhir Februari 2024.
Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, angka tersebut menunjukkan tren positif dalam kontribusi pajak dari sektor fintech. Dari keterangan yang disampaikannya, penerimaan pajak pinjol terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2022, jumlah setoran mencapai Rp446,40 miliar, meningkat tajam menjadi Rp1,11 triliun pada tahun 2023, dan kembali memperlihatkan pertumbuhan yang konsisten dengan mencapai Rp259,35 miliar pada tahun 2024.
Setoran pajak pinjol tersebut terdiri dari beberapa komponen utama. Pertama, Pajak Penghasilan (PPh) 23, yang dikenakan atas bunga pinjaman yang diterima oleh Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dan badan usaha tetap (BUT), mencapai angka mencengangkan sebesar Rp596,1 miliar. Selanjutnya, PPh 26, yang dikenakan atas bunga pinjaman yang diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN), mencapai jumlah Rp219,72 miliar. Tak ketinggalan, Pajak Pertambahan Nilai dalam negeri (PPN DN) juga berkontribusi signifikan dengan mencapai setoran sebesar Rp999,5 miliar.
Total setoran pajak dari sektor usaha ekonomi digital, termasuk pajak pinjol, telah mencapai angka luar biasa sebesar Rp22,12 triliun hingga akhir Februari 2024. Mayoritas dari jumlah tersebut berasal dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang dipungut oleh 153 pelaku usaha PMSE.
Dalam upaya menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha, pemerintah juga telah menunjuk empat pemungut PPN PMSE baru pada bulan Februari 2024. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa pelaku usaha, baik yang bersifat konvensional maupun digital, memenuhi kewajiban perpajakan mereka dengan adil.
Selain pajak pinjol, pemerintah juga telah menggali potensi penerimaan pajak dari sektor usaha ekonomi digital lainnya. Langkah-langkah ini termasuk pengumpulan pajak dari transaksi perdagangan aset kripto dan transaksi pengadaan barang dan jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP). Dengan demikian, pemerintah terus berkomitmen untuk mengoptimalkan potensi penerimaan pajak dalam mendukung pembangunan ekonomi negara.
Dengan pencapaian yang membanggakan ini, pemerintah menegaskan keseriusannya dalam mengelola dan memanfaatkan sektor fintech peer-to-peer lending untuk kontribusi yang lebih besar dalam penerimaan pajak negara.
Demikian informasi seputar penerimaan pajak pinjol di Indonesia. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Touristcompany.Org.