Dikabarkan bahwa pihak Malaysia dan Indonesia mengancam akan menghentikan ekspor minyak sawit ke Uni Eropa (UE) sebagai respons terhadap undang-undang baru yang ditujukan untuk melindungi hutan atau deforestasi dan memperketat penjualan produk minyak sawit. Aktivis lingkungan disebut menyalahkan industri kelapa sawit atas maraknya pembukaan hutan hujan Asia Tenggara, meskipun Indonesia dan Malaysia telah membuat standar sertifikasi keberlanjutan wajib untuk semua perkebunan.
Menteri Komoditas Malaysia Fadillah Yusof mengatakan Malaysia dan Indonesia akan membahas undang-undang yang melarang ekspor minyak sawit dan komoditas lain yang terkait dengan deforestasi, kecuali importir dapat menunjukkan bahwa produksi barang spesifik mereka tidak merusak hutan.
“Jika kita perlu melibatkan para ahli dari luar negeri untuk melawan langkah apa pun yang dilakukan UE, kita harus melakukannya,” kata Fadillah pada Kamis, 12 Januari.
“Atau pilihannya adalah kita hanya menghentikan ekspor ke Eropa, hanya fokus pada negara lain jika mereka (UE) mempersulit kita untuk mengekspor ke mereka,” lanjutnya.
Ekspor Minyak Sawit Dihentikan, Malaysia dan Indonesia Sepakat Perangi Undang-undang?
Fadillah, yang juga menjabat sebagai wakil perdana menteri Malaysia, mendesak anggota Dewan Negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC) untuk bekerja sama menentang undang-undang baru tersebut dan memerangi “tuduhan tak berdasar” yang dibuat oleh UE dan Amerika Serikat tentang keberlanjutan minyak sawit.
Pihak kami masih berusaha meminta tanggapan atas isu ini kepada Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Budi Santoso dan Direktur Ekspor Pertanian dan Kehutanan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Farid Amir. CPOPC, yang dipimpin oleh Indonesia dan Malaysia, sebelumnya menuduh UE secara tidak adil menargetkan minyak sawit.
Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim minggu ini juga sepakat untuk “memerangi diskriminasi terhadap kelapa sawit” dan memperkuat kerja sama melalui CPOPC sehingga ekspor minyak sawit dihentikan untuk sementara.
Sementara itu, Duta Besar Uni Eropa untuk Malaysia Michalis Rokas mengatakan tidak melarang impor minyak sawit dari negara tersebut dan membantah bahwa undang-undang deforestasi menciptakan hambatan ekspor Malaysia.
“(Hukum) berlaku sama untuk komoditas yang diproduksi di negara mana pun, termasuk negara anggota UE, dan bertujuan untuk memastikan bahwa produksi komoditas tidak mendorong deforestasi dan degradasi hutan lebih lanjut,” ujarnya.
Di sisi lain, permintaan UE untuk minyak sawit diperkirakan menurun secara signifikan selama 10 tahun ke depan bahkan sebelum undang-undang baru tersebut disetujui. Pada 2018 lalu, aturan energi terbarukan UE mengharuskan penghapusan bahan bakar transportasi berbasis kelapa sawit secara bertahap pada 2030 karena dianggap berkaitan dengan deforestasi. Padahal, UE adalah konsumen minyak sawit terbesar ketiga di dunia dengan menyumbang 9,4 persen atau 1,47 ton dari ekspor minyak sawit Malaysia sepanjang 2022.