Putusan Mahkamah Agung mengenai kewajiban PT Freeport Indonesia membayar pajak air dengan nilai Rp 3,9 triliun menjadi pertanyaan besar dari berbagai pihak. Hal ini karena disaat pemerintah sedang melakukan penertiban pajak, Mahkamah Agung malah menghilangkan kewajiban pajak.

Meski sudah sesuai dengan aturan dan bukti yang ada namun hal ini justru menuai banyak anggapan jika Freeport memiliki keistimewaan di Indonesia. Putusan Mahkamah Agung mengenai penghapusan pajak air PT Freeport tertuang pada putusan nomor 319/B/PK/Pjk/2018 dan 320/B/PK/Pjk/2018.

Sebelum adanya putusan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung, Freeport diwajibkan untuk membayar pajak air ke Pemerintah Provinsi Papua. Kewajiban tersebut sesuai dengan Ketetapan Daerah Pajak Air Permukaan pada bulan Februari dan Maret 2014. Ketetapan tersebut dikeluarkan Gubernur Papua yang berisi PT Freeport diwajibkan membayar pajak air.

Menurut pengadilan pajak, surat ketetapan tersebut dibenarkan karena sudah sesuai ketentuan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Namun Mahkamah Agung berpendapat lain. Sesuai dengan putusan Mahkamah Agung, hukum kontrak PT Freeport Indonesia bersifat khusus dan berlaku Undang-Undang bagi pembuatnya. Hukum kontrak tersebut dikuatkan karena sudah ada persetujuan dari pemeritah Indonesia, rekomendasi DPR RI, serta departemen terkait dari pemerintah daerah dan pusat.

Adapun surat Menteri Keuangan Nomor Keuangan Nomor:S-1032/MK.04/1998 tanggal 15 Desember 1998 yang membuat Mahkamah Agung berpendapat bahwa Freeport tidak berkewajiban membayar pajak air. Jadi putusan Mahkamah Agung tersebut karena adanya kontrak karya antara PT Freeport dan pemerintah Indonesa.

Meski demikian Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu menganggap putusan Mahkamah Agung tersebut terlihat istimewa. Jika Pemprov Papua dan Pemerintah pusat kalah maka dapat menjadi kekhawatiran juga terhadap penguasaan 51% sahap Freeport.

Hal berbeda diungkapkan Direktur Center for Indonesian Resource Strategic Studies (Cirrus) Budi Santoso bahwa kekalahan tersebut dapat menjadi pembelajaran bagi pemerintah. Selain itu, pemerintah juga harus menghormati kontrak karya terlepas apakah itu menguntungkan atau merugkan. Menurutnya, kontrak karya merupakan hukum yang mengikat.

Putusan Mahkamah Agung diputuskan oleh Ketua Majelis Hary Djatmiko dengan anggota dan Yosran. Putusan tersebut mencaput peraturan mengenai kewajiban PT Freport membayat pajak air senilai Rp 3,9 triliun.

Related Post